Sasuke Vs Kakasi

Sabtu, 08 Desember 2012

Tak Akan Kutinggalkan Lagi Isteriku


Nama saya sebut saja Abdullah. Saya lahir pada 1975 di salah satu daerah di jawa Tengah. Pada 1995 saya diterima di salah satu Universitas negeri di kawasan jawa Timur, mengambil jurusan Pendidikan Fisika. Pada 1999 saya berhasil menyelesaikan studi S-1 dengan prestasi memuaskan. Alhamdulillah, selama kuliah saya mendapat berbagai piagam penghargaan dan gelar mahasiswa berprestasi (semoga Allah menjauhkan saya dari kesombongan). Beberapa dosen pembimbing menyarankan dengan sangat agar saya melanjutkan ke program master bidang studi ilmu alam. Mereka melihat saya mempunyai potensi untuk itu. Saran ini sejalan dengan cita-cita dan tekad saya.
Ternyata bukan hanya tekad itu yang saya dapatkan selepas kuliah, namun calon istri yang seusia dengan saya juga aktif di organisasi yang sama. Hanya saya baru mengenalnya melalui guru ngaji saya. Sedangkan di kampus dan organisasi, saya hanya mengenal namanya saja. Berbekal satu keyakinan yang mentap akhirnya saya memutuskan melamar wanita sholihah ini.
            Pada Ahad 6 Agustus 2000, kami pun melangsungkan pernikahan, di usia 25 tahun. Alhamdulillah, pernikahan yang islami berhasil kami selenggarakan. Walaupun bayak tantangan dari krluarga besar istri saya, namun semuanya berjalan seperti yang kami harapkan. Istri saya anak kedua dari tiga bersaudara, namun ia bagaikan berasal dari keluarga besar, karena semua saudara rumahnya saling berdekatan.
            Sejak menikah kami tinggal di rumah orang tua istri di salah satu daerah di jawa Timur. Beberapa hari kemudian saya menerima kabar permohonan beasiswa saya untuk melanjutkan studi ke jenjang master diterima pemerintah. Tekad saya untuk melanjutkan pendidikan, menemukan jalannya. Kesempatan berharga ini tak ingin saya sia-siakan. Setelah melalui berbagai pertimbangan, saya memutuskan menerima beasiswa ini. Beberapa tawaran kerja, salah satunya dengan gaji menggiurkan terpaksa saya tolak. Termasuk pekerjaan sebagai guru di SMU yang sangat bonafit. Padahal untuk memperolehnya bukan hal yang mudah kerena saya harus mengalahkan banyak saingan dalam tes.
            Pada awalnya, istri saya sempat bimbang dengan keputusan ini. Di satu sisi, ia senang saya dapat melanjutkan kuliah. Namun di sisi lain, kami harus berpisah dulu. Saya terpaksa pergi tanpa membawa serta dirinya, karena biaya hidup berdua akan terlalu besar dan belum ada persiapan di perantauan. Akhirnya , dengan hati berat kami pun berpisah. Walupun baru sepuluh hari menikah, istri yang belum begitu saya kenal terpaksa saya tinggalkan, demi masa depan kami yang lebih baik. Buat kenyamanan hatinya, ia saya tinggalkan di rumah orang tua kendungnya. Cita-citanya untuk kuliah yang lebih tinggi, terpaksa kandas untuk sementara waktu, menunggu saya selesai kuliah.
            Pada Agustus 2000 saya pun pindah ke salah satu daerah di Jawa Barat, melanjutkan studi pasca sarjana di sebuah Universitas, mengambil jurusan Fisika, Konsentrasi Reaktor Nuklir dan Komputer Terapan. Hari demi hari saya lalui dengan penuh semangat, walupun rasa rindu pada istri bergelayut di hati. Saya tidak ingin pengorbanan ini sia-sia. Saya berpikir jangka panjang bukan sekedar menerima hasil yang telah ada. Saya akui, saya seorang yang idealis dan pekerja keras. Saya ingin bergelut dalam bidang yang sesui dengan obsesi saya.
            Lima bulan sudah saya berada di perantauan. Selama itu saya dan istri berkomunikasi lewat telepon, dan saya merasa kondisinya baik-baik saja. Tiba-tiba, saya mendapat kabar mengejutkan. Salah seorang keluarganya menelpon, dan mengabarkan istri saya sakit dan saya diminta pulang secepatnya. Saya sangat terkejut dan khawatir. Hari itu juga saya berangkat pulang. Sepanjang perjalanan pikiran saya tidak karuan. Saya takut terjadi apa-apa dengannya. Tak henti-hentinya saya berdoa, memohon Allah melindunginya.
            Tiba di rumah orang tuanya, segera saya temui dia. Namun, ia tengah tertidur lelap dengan wajah pucat dan badan lemah. Wajahnya kelihatan menderita batin. Saya menciumnya dengan rasa kangen yang amat sangat mendalam. dari ibunya saya ketahui, sudah beberapa hari ia tidak mau makan. Nafsu makannya sama sekali hilang. Ibu juga menjelaskan, istri saya menderita sakit aneh, seperti kena guna-guna. Selain mengeluh kepalanya terasa berat, ia sering menjerit ketakutan seperti dikejar-kejar seseorang. Pernah ia jatuh tergeletak dengan kepala terbentur tembok sewaktu berjalan ke kamar mandi. Pernah juga ia muntah dengan leher seperti tercekik. Ia sering takut melihat sesuatu yang berwarna hitam. Kesedihan saya bertambah mengetahui kondisinya. Tugas-tugas kuliah pun langsung terlupakan.
            Selama satu minggu saya di rumah, istri tidak berubah keadaannya. Kondisinya belum membaik. Kadang-kadang ia ngomong yang tidak karuan sambil dilanda ketakutan. Seringkali wajah orang-orang tidak dikenalnya lagi. Melihat kedatangan saya pertama kali pun, ia bersikap seakan saya orang jauh, bukan suaminya. Ia tidak mengenali saya lagi. Melihat keadaannya, saya sempat kaget, dan mencurahkan isi hati pada Allah, Ya Allah petaka apa ini ? Walaupun ia seorang muslimah, jika Engkau berkehendak memberikan penyakit seperti ini siapa yang mampu menolaknya? Namun, walupun hati ini sangat sedih, saya mencoba tetap tegar. Inilah ujian yang pertama dalam pernikahan kami, dan saya harus berjuang melewatinya. Saya dan orang tua istri pun bertekad merawatnya semampu kami.
            Saat itu banyak saudara yang menduga istri saya sakit akibat”kiriman”(guna-guna atau sihir) seseorang. Memang di daerah istri saya, hal seperti ini sering tejadi. Beberapa dari mereka menyarankan ia di bawa ke “orang pintar”. Tapi saya dan orang tua isteri sama sekali tak setuju. Kami tidak ingin terkena bahaya kemusyirikan. Ketika sakitnya bertambah parah, kami memutuskan membawanya ke salah satu Rumah Sakit di Jawa Timur, untuk dirawat di bagian psikiatri.
            Dalam hati saya berdoa, ya Allah Seandainya Kuliah saya harus ditebus dangan kesembuhan orang yang saya cintai ini, Niscaya saya memilih meninggalkan kuliah. Kesembuhan istri saya jauh lebih penting. Apa artinya cita-cita saya jika ia menderita. Saya juga merasa bersalah telah meninggalkannya hanya karena pertimbangan-pertimbangan rasional saya. Sekarang ia terbujur sakit. Ia menaggung semua masalah berat sendirian, tanpa saya disampingnya.
            Di rumah sakit istri saya dirawat selama sepuluh hari. Pada hari-hari pertama kondisinya berhasil membaik, namu belakangan ia merasa tertekan dan minta pulang. Akhirnya atas rujukan dokter ia dipindahkan ke sebuah rumah sakit islam di Jawa Tengah untuk rawat jalan. Maka kami pun pergi ke sana. Selama dua minggu kami tinggal di rumah salah seorang saudara, yang jaraknya dekat dengan Rumah Sakit itu. Saya berusaha merawatnya sebaik-baiknya, dengan penuh kesabaran. Dan setelah pada awalnya ia sering tidak mengenali saya, akhirnya seiring berjalannya waktu interaksi kami dapat berjalan baik. Namun jika sedang tidak sadar, ia kadang berubah tidak menyukai saya.
            Sewaktu menjalani perawatan di rumah sakit itu, kami mendengar tentang seorang ustadz yang shalih, yang terbiasa menangani orang yang terkena gangguan jin, setan, santet, guna-guna dan lainnya. Selain itu beliau juga terbiasa meruqyah rumah dari gangguan jin dan setan. Melalui pertolongannya dengan izin Allah banyak pasien yang sembuh total, apalagi bila mereka berada dalam ketaqwaan. Beliau jauh dari kemusyrikan dan hal lain yang di larang agama.
            Akhirnya sambil rawat jalan di rumah sait, saya membawa istri  berobat pada ustadz yang tinggal di salah satu daerah di Jawa Tengah ini. Selama dua minggu berkutnya, kami rutin ke sana. Istri saya kelihatan cocok dengan sistem pengobatannya yang islami. Kondisinya pun berangsur-angsur membaik. Namun setiap menjelang maghrib menurut ustadz di waktu itulah terjadi pergantian malaikan- jaga istri saya kambuh lagi sakitnya . sepertinya ada yang mengganggu dia.
            Sejak awal kami berobat ke ustadz lulusan salah satu lembaga pendidikan di Madinah ini, ia mengatakan istri saya terkena gangguan jin ditambah adanya beberapa sihir yang masuk ke dalam tubuhnya. Hal ini diperparah lagi dengan berbagai masalah yang memang sudah ada dalam pikirannya. Sebelum kami, juga ada seseorang yang dengan ijin Allah berhasil disembuhkannya. Masyarakat awam juga bayak yang berobat dengan keluhan bermacam-macam. Salah satunya yang berobat berbarengan dengan istri saya. Ia seorang wanita yang disusupi jin dan disuruh membunuh serta berbuat nista.
            Menurut ustadz yang bacaan Qur’an-nya fasih ini, penyakit istri saya bisa menimpa semua orang. Apalagi bagi seseorang yang sedang turun kondisi keimanannya. Rasulullah sendiri pernah sakit berat akibat sihir seorang Yahudi. Masih menurut ustadz ini, sakit seperti istri saya memang sulit disembuhkan secara medis saja. Tapi harus melalui terapi secara agama, karena pada hakikatnya jin dan setan hanya takut pada Allah. Pengobatannya harus melaui cara yang tidak melanggar aturan Allah, dan ditangani oleh orang-orang yang shalih. Dalam sebuah buku diceritakan, ulama besar Hasan Al-Banna juga terbiasa melakukan pengobatan seperti ini.
            Hal lain yang membuat saya salut. Ustadz ini tidak pernah mau memungut biaya dari para pasiennya. Beliau melakukan semua itu hanya karena Allah, jauh dari niatan materi. Ustadz mengobati istri saya dengan membaca ayat-ayat Al-Qura’an yang berhubungan dengan sihir, jin, dan setan. Beliau jauga banyak membaca Al- Ma’tsurat, dan menyuruh istri saya sering membaca beberapa ayat untuk perlingungan terhadap jin, sihir, dan setan, dan memberikan ramuan kesehatan. Sebelum menjalin proses pengobatan semua pasiennya harus dalam keadaan berwudhu.
            Ketika kepala istri saya terasa berat dan tangannya bergerak kajang, menurut ustadz jinnya sedang beraksi  melawan ayat-ayat Allah. Keapala istri saya yang terasa berat dijambak rambutnya (masih dalam keadaan berjilbab), supaya rasa sait berkurang. Suatu ketika setelah diberi ramuan, istri saya muntah dengan cairan penuh berwarna hiram. Menurut ustadz, sebagian jin telah keluar melalui muntahan tadi.
            Beliau juga meyuruh merendam tangan istri saya ke dalam air garam sambil membaca ayat tertentu, karena tangan itu terus menerus gemetar akibat adanya jin di telapaknya. Untuk mengkal sihir yang mungkin masuk rumah, beliau menyuruh menyiram tiap sudut rumah dengan air garam tadi. Ketika istri saya makan, setiap satu suapan harus membaca Basmallah. Dan satu hal yang tidak boleh ditinggalkan, keharusan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
            Akhirnya, setelah dirawat selama dua minggu dengan ijin Allah pada Januari  2001 istri saya sembuh total. Alhamdulullah tak terkira rasa syukur kami. Tak lama kemudian, dengan penuh rasa bahagia, saya membawa istri pulang kembali ke jawa Timur. Setelah ia sembuh saya baru tahu bahwa ia mengalami banyak tekanan dari sana-sini, setelah kepergian saya dulu, ia sendirian mengadapi “teror’ keluarga besarnya yang serba materialistis, yang memandang bahwa anggota keluarga yang sudah menikah harus langsung hidup mapan, ia menghadapi berbagai masalah yang bersifat rahasia yang tidak dapat diceritakan pada orang lain. Sedangkan saya tidak berada di dekatnya. Menjelang sakinya ia juga mengalami banyak peristiwa aneh. Diantarannya ia selalu dibuntuti dua orang laki-laki dan perempuan yang berbaju hitam-hitam.
            Setelah istri saya sembuh, kadang-kadang dari sesama teman terdengar suara yang kurang mengenakkan seputar sakitnya. Namun kami hanya berharap, semoga mereka menyadari bahwa kami adalah manusia biasa, peristiwa apapun bisa saja terjadi, walaupun itu tidak diharapkan. Husnudzhon sesama saudara sangat penting karena itulah yang akan mempererat persaudaraan. Dan jika salah satu penyebab sakit istri saya akibat “kiriman” seseorang. Saya berharap Allah akan mengampuninya.
            Selama ia sakit sampai sembuh total sekitar satu bulan lamanya, saya tak mnghiraukan kuliah. Saya juga tidak mengikuti ujian. Namun saya tidak menyesal, bahkan jika kehilangan kesempatan melanjutkan kuliah untuk seterusnya. Tapi sewaktu saya akhirnya menghubungi kampus, ternyata para dosen memberikan kemudahan mengikuti ujian susulan. Atas dukungan istri, saya pun mengikutinya. Alhamdulillah, saya bisa melewati ujian, dan mencapai IP memuaskan.
            Saat itulah saya dan istri sepakat, saya harus melanjutkan kuliah, namun kami tak perlu berpisah lagi. Dalam diri sendiri, telah tumbuh tekad untuk tidak lagi meninggalkan isteri saya. Di semester baru pada bulan Februari 2001  saya pun memboyong istri untuk hidup bersama di perantauan. Dan hikamhnya langsung terasa, saya menuntut ilmu dengan hati yang lebih tenang, kerena didampingi istri tercinta.
            Alhamdulillah, Allah memberikan saya rezeki dan kemudahan. Tak lama, kami dapat mengontrak rumah sederhana beberapa kilometer dari kampus. Bagi kami. Semua kejadian di masa lalu menjadi pelajaran yang sangat berharga. Membuahkan satu hal penting, bahwa kami harus senantiasa mengintropeksi diri dalam segala hal. Dan selalu lebih dekat dan lebih dekat lagi dengan Allah SWT.
            Kini saya hidup bahagia dengan istri yang setia di samping saya. Kami bersama-sama menjalani hari-hari untuk menggapai masa depan yang lebih baik, dengan senantiasa mengharapkan ridho Allah. Semoga kelak ilmu saya berguna untuk Islam dan kaum muslimin. Dan semoga kami senantiasa menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.


Diambil dari bukuTARBAWI “Menuju Keshalihan Pribadi dan Umat”
            Edisi 32 Th. 3/Murharram 1423 H/11 April 2002

0 Comments:

 

blogger templates 3 columns | Make Money Online